Biografi KH. Yahya Cholil Staquf

14

Pada awal Reformasi 1998, Kiai Cholil Bersama tokoh

Nahdlatul Ulama (NU) lainnya memiliki peranan penting

dalam membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB). Kiai Cholil mengetuai Lajnah Sebelas Rembang

yang memberikan masukan secara kompresif tentang

rencana pendirian partai (Partai Kebangkitan Bangsa,

n.d.). Setelah tak lagi bergabung dengan PPP, kiprah Kiai

Cholil dalam gelanggang politik nasional berlanjut melalui

perahu barunya tersebut. Pada 2002, sebagai anggota

DPR/MPR melalui PKB ia mengemban jabatan politik

terakhir sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) RI sampai wafat pada 2004.

Hubungan Gus Yahya dengan ayahnya tak begitu akrab

sampai ia menempuh pendidikan di jenjang perguruan

tinggi. Hubungannya menjadi cair dengan

ayahnya

sendiri justru berkat dorongan pamannya, Gus Mus,

yang secara terus-menerus mengingatkannya. Gus Yahya

justru mengaku lebih dekat dengan pamannya ketimbang

ayahnya. Dorongan Gus Mus ini memiliki kisah tersendiri.

Gus Mus bercerita bahwa dirinya pernah mendapat surat

dari Gus Dur yang mengisahkan pertemanannya dengan

seorang berlatar belakang Yahudi bernama Ramin. Saat

itu Gus Dur sedang berada di Baghdad dalam rangka

kuliah. Ramin merupakan seorang jurnalis dan bersama

Gus Dur bekerja di toko pakaian sebagai penerjemah.

Karena bekerja di tempat yang sama, keduanya menjadi

akrab. Dalam surat tersebut, Gus Dur menceritakan bahwa

temannya itu adalah anak seorang tokoh agama Yahudi

atau rahib.

Di antara bagian yang menarik dari kisah tersebut

adalah bahwa ternyata relasi antara Ramin dan ayahnya

sangat kaku. Gus Dur kemudian mengaitkan dengan